Posted by : Unknown
Selasa, 10 Juni 2014
Makalah Pendidikan
– Pendidikan Agama Islam. Berikut ini saya mempunyai makalah tentang bagaimana kita
memperkenalkan agama islam kepada mereka. Dan saya beri judul makalah tersebut “Makalah
Pendidikan Agama Islam”. Semoga makalah ini dapat membantu para pelajar dalam
menuntut ilmu, terutama dalam penyelesaian tugas makalah.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
LATAR BELAKANG
Masyarakat
modern adalah suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan
ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mukhtahir. Mereka memiliki
ciri-ciri antara lain:
Bersifat rasional,
mengutamakan akal pikiran daripada emosi.
Berpikir untuk
masa depan yang lebih jauh.
Menghargai waktu.
Bersikap
terbuka, menerima saran/masukan baik kritik, gagasan, dan perbaikan.
Berfikir obyektif,
melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaannya. Manusia-manusia
modern memiliki sifat yang kebanyakan hanya mencondongkan dirinya pada segala
sesuatu yang sifatnya adalah kebendaan atau duniawi. Sehingga, pada gilirannya
mereka akan dilanda kegersangan mental atau krisis spiritualitas. Mereka pada
akhirnya mulai mencari jatidirinya sebagai manusia yang hidup di muka bumi. Karena
apakah mereka ada di dunia?
Untuk apakah
mereka hidup di dunia?
Apakah yang
akan terjadi pada mereka setelah mereka meninggalkan dunia, atau tak lagi dapat
menikmati dunia?
Berbagai
spekulasi lalu mulai bermunculan menaggapi pertanyaan-pertanyaan di atas. Para
penganut paham Darwinisme, yaitu orang-orang yang berkiblat pada Teori Evolusi
Darwin, menganggap bahwa manusia, beserta segala alam semesta ini adalah
terlahir dari suatu proses yang sepenuhnya terjadi secara kebetulan. Mereka
beranggapan bahwa manusia sendiri adalah suatu hasil evolusi dari makhluk
sejenis kera, yang kemudian berkembang mencapai wujud yang lebih sempurna. Karena
menganggap manusia sejajar dengan hewan, maka bagi mereka yang terpenting bagi
manuisa adalah terpenuhinya segala kebutuhan dan hawa nafsu. Norma dan
kesusilaan tidak diperlukan, bahkan menganggap agama sebagai suatu kebodohan.
Mereka yang tidak setuju dengan anggapan ini, mulai mencari-cari kebenaran yang sejati, yang mana benar-benar mengantarkan mereka untuk mengetahui bagaimana hakekat manusia yang sebenarnya. Mereka pun berbondong-bondong mencari kesejukan yang mengobati kegersangan hati mereka yang sudah akut, karena telah menyadari pentingnya aspek spiritualisme dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini, yang paling dibutuhkan mereka adalah suatu petunjuk yang mampu mengantarkan mereka menuju pemahaman akan hakekat dan kedudukan mereka di dunia.
Sesungguhnya, Islam adalah jawaban dari segala pertanyaan di atas. Dengan petunjuk langsung dari yang menciptakan manusia itu sendiri, manusia tidak hanya diberikan penjelasan tuntas tentang asal-usul penciptaannya serta hakekat kedudukannya di muka bumi, tetapi juga petunjuk bagaimana menjalani kehidupan di muka bumi ini dan bagaimana mencapai kebahagiaan yang hakiki. Inilah agama yang Hak, satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan obat bagi krisis spiritualitas akut yang didamba-dambakan oleh mereka yang terjebak dalam kehidupan materialisme dan hedonisme.
Mereka yang tidak setuju dengan anggapan ini, mulai mencari-cari kebenaran yang sejati, yang mana benar-benar mengantarkan mereka untuk mengetahui bagaimana hakekat manusia yang sebenarnya. Mereka pun berbondong-bondong mencari kesejukan yang mengobati kegersangan hati mereka yang sudah akut, karena telah menyadari pentingnya aspek spiritualisme dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini, yang paling dibutuhkan mereka adalah suatu petunjuk yang mampu mengantarkan mereka menuju pemahaman akan hakekat dan kedudukan mereka di dunia.
Sesungguhnya, Islam adalah jawaban dari segala pertanyaan di atas. Dengan petunjuk langsung dari yang menciptakan manusia itu sendiri, manusia tidak hanya diberikan penjelasan tuntas tentang asal-usul penciptaannya serta hakekat kedudukannya di muka bumi, tetapi juga petunjuk bagaimana menjalani kehidupan di muka bumi ini dan bagaimana mencapai kebahagiaan yang hakiki. Inilah agama yang Hak, satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan obat bagi krisis spiritualitas akut yang didamba-dambakan oleh mereka yang terjebak dalam kehidupan materialisme dan hedonisme.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah
hakekat manusia dalam pandangan Islam?
Bagaimanakah
eksistensi dan martabat manusia di hadapan Allah SWT?
Bagaimanakah
tanggung jawab manusia di dunia sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba
Allah SWT?
TUJUAN MAKALAH
Memahami
hakekat manusia menurut fitrahnya, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an.
Memahami sifat-sifat manusia serta kedudukannya di sisi Tuhan.
Memahami sifat-sifat manusia serta kedudukannya di sisi Tuhan.
Memahami peran-peran
manusia sebagai khalifah di bumi, sekaligus kewajibannya menghamba kapada Allah
SWT, serta bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II PEMBAHASAN
BAB II PEMBAHASAN
HAKEKAT MANUSIA
MENURUT ISLAM
Penciptaan
Manusia Dari Dua Unsur Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis) hanyalah
merupakan sekepal tanah di bumi. Dari bumi asal kejadiannya, di bumi dia
berjalan, dari bumi dia makan dan ke dalam bumi dia kembali. Dari tanah,
kembali menjadi tanah. Manusia dalam pandangan kaum materialism, tidak lebih
dari kumpulan daging, darah, urat, tulang, urat-urat darah dan alat pencernaan.
Akal dan pikiran, dianggapnya barang benda yang dihasilkan oleh otak. Pandangan
mereka hanya sampai benda, dan hanya mempercayai benda-benda yang dapat diraba.
Maka oleh karena itu dalam anggapan mereka, tidak ada keistimewaan manusia
dibandingkan dengan makhluk lain yang hidup di muka bumi ini, bahkan
dimasukannya ke dalam bangsa kera, yang setelah melalui masa panjang, berubah
menjadi manusia sebagaimana kita lihat sekarang ini. Ini adalah Teori Evolusi
atau Teori Desendesi, bahwa hayat berasal dari makhluk satu sel. Dia berevolusi
ke dua arah, yaitu binatang dan tanaman. Evolusi itu berlangsung setingkat demi
setingkat membentuk sejuta jenis hewan dan sepertiga juta jenis tanaman.
Binatang satu sel sebagai awal evolusi dan manusia akhir (sementara) evolusi
Dalam pandangan orang yang beriman, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat pada sisi Tuhan. Manusia diciptakan tuhan dalam bentuk yang amat baik. Sesudah ditiupkan ruh ke dalam tubuhnya, para malaikat disuruh sujud (memberi hormat) kepadanya. Sebagaimana Allah S.W.T telah berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 28-29: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat: ‘sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, ”(28) “maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu padanya dengan bersujud’, ”(29). Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiolog Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakekat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan dari tanah dan ruh (ciptaan) Allah. Maka simbolisnya adalah manusia mempunyai dua dimensi (bi-dimensional): dimensi ketuhanan dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya memppunayi satu dimensi saja (uni-dimensional). Dalam pengertian simbolis, lumpur (tanah) hitam menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercermin pada dimensi kerendahan. Di samping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keIlahian yang tercermin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjukkan pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mencapai asal ruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri. Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik ke jalan Tuhan maupun sebaliknya, ke jalan kehinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebasnya untuk menentukan arah hidupnya. Naluri Ketuhanan Manusia Sifat manusia tersebut, yang mana memiliki kecenderungan untuk berTuhan telah dijelaskan oleh Allah S.W.T dalam surat Al-A’raf ayat 176: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang sedemikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-oprang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Marilah kita berkaca pada kisah Nabiyullah Ibrahim sebagai cerminan, bagaimana beliau merenungi keberadaan alam sebagai bukti akan adanya Tuhan yang telah menciptakannya. Nabi Ibrahim lahir di negeri Babilon yang dikuasai oleh raja Namrudz, yang mana memerintahkan rakyatnya untuk menyembah berhala. Ayah nabi Ibrahim sendiri, yang bernama Azar adalah seorang pembuat berhala. Pada suatu ketika, sang raja bermimpi seorang anak datang dan mengambil mahkotanya lalu menghancurkannya. Ahli nujumnya menafsirkan mimpi tersebut bahwa akan lahir seorang bayi laki-laki yang akan menghancurkan kekuasaannya. Akhirnya, raja Namrudz memerintahkan para pengawalnya untuk membunuh tiap bayi laki-laki yang lahir.
Dalam pandangan orang yang beriman, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat pada sisi Tuhan. Manusia diciptakan tuhan dalam bentuk yang amat baik. Sesudah ditiupkan ruh ke dalam tubuhnya, para malaikat disuruh sujud (memberi hormat) kepadanya. Sebagaimana Allah S.W.T telah berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 28-29: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat: ‘sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, ”(28) “maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu padanya dengan bersujud’, ”(29). Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiolog Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakekat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan dari tanah dan ruh (ciptaan) Allah. Maka simbolisnya adalah manusia mempunyai dua dimensi (bi-dimensional): dimensi ketuhanan dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya memppunayi satu dimensi saja (uni-dimensional). Dalam pengertian simbolis, lumpur (tanah) hitam menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercermin pada dimensi kerendahan. Di samping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keIlahian yang tercermin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjukkan pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mencapai asal ruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri. Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik ke jalan Tuhan maupun sebaliknya, ke jalan kehinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebasnya untuk menentukan arah hidupnya. Naluri Ketuhanan Manusia Sifat manusia tersebut, yang mana memiliki kecenderungan untuk berTuhan telah dijelaskan oleh Allah S.W.T dalam surat Al-A’raf ayat 176: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang sedemikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan “sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-oprang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Marilah kita berkaca pada kisah Nabiyullah Ibrahim sebagai cerminan, bagaimana beliau merenungi keberadaan alam sebagai bukti akan adanya Tuhan yang telah menciptakannya. Nabi Ibrahim lahir di negeri Babilon yang dikuasai oleh raja Namrudz, yang mana memerintahkan rakyatnya untuk menyembah berhala. Ayah nabi Ibrahim sendiri, yang bernama Azar adalah seorang pembuat berhala. Pada suatu ketika, sang raja bermimpi seorang anak datang dan mengambil mahkotanya lalu menghancurkannya. Ahli nujumnya menafsirkan mimpi tersebut bahwa akan lahir seorang bayi laki-laki yang akan menghancurkan kekuasaannya. Akhirnya, raja Namrudz memerintahkan para pengawalnya untuk membunuh tiap bayi laki-laki yang lahir.
Pada waktu itu,
ibu nabi Ibrahim sedang mengandung beliau. Untuk menyelamatkan anaknya, sang
ibu memutuskan untuk bersembunyi di dalam sebuah gua dan melahirkan di sana.
Selama bertahun-tahun, Nabi Ibrahim muda dibesarkan di dalam gua untuk
menghindari kekejaman raja Namrudz.
Pada saat
beliau telah dewasa dan keluar dari dalam gua, Nabi Ibrahim melihat betapa
menakjubkannya alam semesta. Beliau bertanya-tanya dalam hati bagaimanakah hal
itu bisa tercipta. Beliau juga merenungkan mengapa ayahnya serta kaumnya
menyembah berhala yang dibuat sendiri oleh ayahnya, dan menganggap berhala
tersebut sebagai Tuhan. Menurut beliau, tidak mungkin berhala yang tidak dapat
berbuat apa-apa tersebut layak dijadikan sesembahan.
Pada saat beliau melihat bintang yang terang, beliau beranggapan bahwa bintang itulah Tuhan, karena ketinggian dan keindahannya. Tetapi pada saat bintang tersebut terbenam, maka beliau sadar bahwa Tuhan tidak mungkin tenggelam. Kemudian beliau melihat bulan. Beliaupun beranggapan bahwa bulan itulah Tuhan, karena lebih terang dan lebih besar dari bintang yang dilihatnya tersebut. Tetapi tatkala bulan juga terbenam, maka beliaupun menyadari bahwa Tuhan adalah sesuatu yang kekal, yang tidak mungkin terbenam atau mati. Kemudian, beliaupun melihat matahari terbit. Matahari tersebut memancarkan sinar yang hangat dan terang, yang mana jauh melampaui bintang dan bulan yang telah dilihatnya. Beliaupun menyangka bahwa matahari tersebutlah Tuhan yang sesungguhnya. Akan tetapi, tatkala matahari juga terbenam, maka beliaupun menyadari bahwa matahari itu bukanlah Tuhan. Matahari, bagaimanapun besarnya, adalah sama dengan makhluk-makhluk lainnya, yang akhirnya terbenam atau mati. Tuhan diyakininya adalah sesuatu yang terlepas dari sifat-sifat tersebut. Tuhan adalah Dzat yang mengandalikan jalannya alam semesta beserta isinya.
Pada saat beliau melihat bintang yang terang, beliau beranggapan bahwa bintang itulah Tuhan, karena ketinggian dan keindahannya. Tetapi pada saat bintang tersebut terbenam, maka beliau sadar bahwa Tuhan tidak mungkin tenggelam. Kemudian beliau melihat bulan. Beliaupun beranggapan bahwa bulan itulah Tuhan, karena lebih terang dan lebih besar dari bintang yang dilihatnya tersebut. Tetapi tatkala bulan juga terbenam, maka beliaupun menyadari bahwa Tuhan adalah sesuatu yang kekal, yang tidak mungkin terbenam atau mati. Kemudian, beliaupun melihat matahari terbit. Matahari tersebut memancarkan sinar yang hangat dan terang, yang mana jauh melampaui bintang dan bulan yang telah dilihatnya. Beliaupun menyangka bahwa matahari tersebutlah Tuhan yang sesungguhnya. Akan tetapi, tatkala matahari juga terbenam, maka beliaupun menyadari bahwa matahari itu bukanlah Tuhan. Matahari, bagaimanapun besarnya, adalah sama dengan makhluk-makhluk lainnya, yang akhirnya terbenam atau mati. Tuhan diyakininya adalah sesuatu yang terlepas dari sifat-sifat tersebut. Tuhan adalah Dzat yang mengandalikan jalannya alam semesta beserta isinya.
Demikian itulah
kisah Nabiyullah Ibrahim AS yang menjadi gambaran bagi kita bahwa manusia
terlahir dengan fitrahnya sebagai makhluk yang berTuhan. Di samping itu, alam
semesta beserta isinya adalah bukti akan adanya Sang Pencipta.
EKSISTENSI DAN
MARTABAT MANUSIA
Kemuliaan
Manusia
Manusia pada
dasarnya tidak akan dapat memahami tentang dirinya secara pasti, karena
ketidakmungkinan manusia untuk dapat berdiri netral dan memandang dirinya dari
luar dirinya sendiri. Pencipta atau pembuat dalam hal apapun akan lebih
memahami barang ciptaannya. Demikian pula dengan manusia. Yang lebih mengetahui
adalah sang pencipta manusia itu sendiri. Ini berarti bahwa jika manusia ingin
mengetahui secara pasti mengenai hakekat dirinya secara benar, maka hendaklah
ia menanyakannya kepada penciptanya sendiri, yaitu Tuhan, Allah SWT.
Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahkluk yang mulia, sebagaimana telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 34 : “ Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘sujudlah kamu kepada Adam, ‘Maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang kafir,”
Perintah Allah SWT kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam As, menunjukkan keagungan dan kemuliaan manusia di sisi Allah SWT sebagai ciptaan-Nya yang paling sempurna. Malikat dan manusia sama-sama diperintahkan oleh Allah SWT untuk senantiasa menghambat kepada-Nya, senantiasa beriman dan bertakwa, serta tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya. Akan tetaapi malaikat dan manusia tidaklah sama. Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya, serta di sucikan dari segala bentuk hawa nafsu duniawi. Sedangkan manusia, yang mana diciptakan dari dua unsur, yaitu tanah dan ruh, disamping sifat ketaatannya manusia juga dibekali oleh Allah SWT dengan akal pikiran dan hawa nafsu. Denga ndi bekali oleh hawa nafsu, maka keimanan manusia tidak dapat stabil sebagaimana keimanan para malaikat, karena hawa nafsu akan mendorong manusia untuk condong pada kehidupan duniawi. Akan tetapi, apabila manusia tetap menjaga keimanannya, maka keimanan manusia akan lebih mulia di hadapan Allah SWT.
Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahkluk yang mulia, sebagaimana telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 34 : “ Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘sujudlah kamu kepada Adam, ‘Maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang kafir,”
Perintah Allah SWT kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam As, menunjukkan keagungan dan kemuliaan manusia di sisi Allah SWT sebagai ciptaan-Nya yang paling sempurna. Malikat dan manusia sama-sama diperintahkan oleh Allah SWT untuk senantiasa menghambat kepada-Nya, senantiasa beriman dan bertakwa, serta tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya. Akan tetaapi malaikat dan manusia tidaklah sama. Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya, serta di sucikan dari segala bentuk hawa nafsu duniawi. Sedangkan manusia, yang mana diciptakan dari dua unsur, yaitu tanah dan ruh, disamping sifat ketaatannya manusia juga dibekali oleh Allah SWT dengan akal pikiran dan hawa nafsu. Denga ndi bekali oleh hawa nafsu, maka keimanan manusia tidak dapat stabil sebagaimana keimanan para malaikat, karena hawa nafsu akan mendorong manusia untuk condong pada kehidupan duniawi. Akan tetapi, apabila manusia tetap menjaga keimanannya, maka keimanan manusia akan lebih mulia di hadapan Allah SWT.
Kesempurnan
penciptaan manusia tersebut, oleh Allah SWT difirmankan dalam surat At-Tiin
ayat 4 : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya” Kedudukan Manusia yang dapat lebih rendah dari hewan. Kemuliaan
manusia yang diberikan Allah SWT seperti yang disebutkan diatas, hanya berlaku
apabila manusia tetap memelihara keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
Apabila keimanan dan ketakwaan tersebut tidak dapat dijaga, bahkan manusia
ingkar dan mendurhakai Tuhannya, maka kedudukannya di sisi Allah SWT adalah
lebih rendah dari pada hewan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf
ayat 179 : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan
dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah ), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.
TANGGUNG JAWAB
MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH
Related Posts :
- Back to Home »
- makalah agama , makalah kebudayaan , makalah plitik , makalah psikologi , makalah sosial »
- makalah terlengkap pendidikan agama
